creco3
creco2
creco

News

 

Delapan Capaian dan Delapan tantangan Pemerintahan Jokowi

Raden Pardede, Pendiri CReco Research Institute

 

Pidato Presiden Jokowi, “the winter is coming” musim dingin tiba, di pertemuan IMF-WB di Bali minggu lalu masih menggema dibenak para peserta konferensi tersebut. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral seluruh dunia serta pimpinan IMF dan World bank yang hadir memuji pidato yang secara halus mengkritisi Negara besar yang mementingkan diri sendiri. Pesan itu bukan hanya bagi peserta dan ekonomi besar dunia yang kebetulan sedang berselisih dan bertarung, namun juga pesan buat kita didalam negeri, para pembuat kebijakan, politisi, dunia usaha dan pelaku ekonomi , bahwa :

Musim semi dan musim panas lebih cepat berakhir, Musim dingin tiba lebih dini dan bisa berlangsung cukup lama. Persiapkan diri : agar berdaya tahan menghadapi musim dingin dan bahkan menghadapi kemungkinan badai. Persiapkan diri juga : agar pada setelah musim dingin selesai, dan musim semi tiba, badan kuat dan pikiran kita jernih serta punya rencana yang matang, sehingga kita bisa segera bekerja giat, berlari mengejar target pembangunan, sebelum musim dingin tiba lagi. Sekarang harus disiapkan jangan terlambat.

 

Delapan capaian  ekonomi penting pada masa musim semi dan panas (4 tahun terakhir).

Pertama: Pembangunan Infrastruktur secara luas dan intensif. Sejak tahun 2014 hingga tahun 2018, terjadi kenaikan belanja infrastruktur pemerintah hampir 3 kali lipat, disamping belanja infrastruktur BUMN yang juga meningkat secara pesat. Terjadi peningkatan konektivitas secara pesat : penambahan jalan toll, jalan nasional, provinsi, kabupaten, pelabuhan laut, pelabuhan udara, kereta api + LRT, demikian pula Telekomunikasi palapa ring, broad band. Pada saat yang sama dilakukan pembangunan irigasi, waduk dan embung diberbagai wilayah pertanian. Demikian pula kita melihat pembangunan Infrastruktur daerah perbatasan juga mengalami kemajuan pesat. Secara fisik semua capaian ini terlihat bukan hanya di Jakarta dan pulau jawa tapi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.

Dampak dari pembangunan infrastruktur ini diharapkan akan mengurangi biaya logistik serta mempercepat arus barang dan manusia, sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Dampak ekonominya belum sepenuhnya kita nikmati sekarang karena memang infrastruktur akan butuh jangka waktu sebelum kita bisa menikmati keuntungan total dan multiplier effeknya. Intinya pembangunan infrastruktur ini masih perlu terus dilanjutkan dimasa yang akan datang

 

Kedua.Penambahan prioitas 10 destinasi pariwisata, diluar Bali, dengan menyediakan infrastruktur dan faslitas konektivitas. Dalam 3 tahun terakhir sudah ada penambahan wisatawan manca negara hampir 3 juta lebih.

 

Ketiga. Pengembangan pesat digitalisasi, online dan E-commerce. Kemajuan teknologi adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dibendung. Keterbukaan untuk mengadopsi teknologi digital, melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan cepat, didukung aturan regulasi yang kondusif menjadi kunci. Presiden sendiri sangat “up to date” dan mendorong langsung perkembangan teknologi digital, “internet of things”, “cloud technology” dan “e commerce” di Indonesia.

E-commerce dan digitalisasi merupakan jalan dan instrument kita untuk penetrasi pasar domestik dan global, serta mengurangi intermediasi dan informasi yang tidak simetris antara produser dan pelanggan.

Kita juga sangat gembira melihat munculnya ide dan kreatifitas baru oleh para anak muda. Di Indonesia sudah terbentuk 4 “unicorn” (nilai kapitalisasi perusahaan diatas 1 milyar dollar), yaitu gojek, buka lapak, tokopedia, traveloka. Jumlah unircorn terbanyak di Asia tenggara. Semua perusahaan “start up” ini dimotori dan didirikan oleh para entrepreneur muda.

 

Keempat: Reformasi agraria, sertifikasi tanah dan pembagian tanah-hutan sosial.

Sertifikasi mencapai 9.5 juta bidang, hutan sosial mencapai 2 juta ha tanah yang bisa diusahakan secara legal. Sertifikasi tanah merubah asset tidur menjadi asset bergerak dan produktif serta dan dapat dipakai memobilisasi dana untuk investasi produktif. (Hernando Desoto, dalam bukunya “the mistery of capital”, Negara berkembang dipenuhi oleh aset tidur dan unbankable, dengan sertifikasi maka dapat terkonversi menjadi aset produktif dan bankable alias dapat dianggunkan)

 

Kelima: Program dana desa dan padat karya tunai, kartu pintar dan kartu sehat. Sangat efektif untuk mengiatkan aktivitas ekonomi  secara merata diseluruh wilayah indonesia (lebih 80 000 desa/kelurahan). Dana yang diberikan persatu desa sekarang lebih dari 1 milyar rupiah pertahun. Dana tersebut dapat dipakai untuk pembuatan jalan desa, jembatan, irigasi, BUMDES, MCK, embung. Sementara program padat karya tunai sedang dilakukan pilot untuk 10 kabupaten. Pada intinya semua kegiatan didesa itu dilakukan sendiri oleh para komunitas dan rumah tangga desa, mereka sendiri akan menikmati kompensasi dari partisipasi dalam membangun desa, serta juga menikmati hasil perbaikan perangkat ekonomi di desa tersebut.

 

Keenam: Inflasi dan disiplin moneter yang terjaga baik dikisaran yang cukup rendah sekitar 3% dengan trend menurun. Hal ini dicapai antara karena koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah disertai disiplin Bank Indonesia untuk secara dini menjaga agar inflasi tetap rendah. Gejolak harga sudah jauh berkurang sehingga daya beli masyarakat, utamanya kalangan terbawah tidak tergerus. Inflasi dalam beberapa tahun terakhir ini berada pada level inflasi terendah dalam sejarah perekonomian Indonesia.

 

Ketujuh: Defisit dan pencapaian penerimaan pajak yang mengembirakan.

Defisit keseimbangan primer menurun terus bahkan akan diusahakan agar positif di tahun depan, sementara budget defisit keseluruhan tetap dijaga disekitar 2.5%. Kinerja penerimaan tahun 2018 bahkan lebih baik dari perkiraan semula, ditandai dengan keberhasilan pajak bertumbuh jauh diatas pertumbuhan nominal PDB. Hal ini didukung oleh perbaikan kolektifitas pajak setelah adanya perbaikan data kekayaan dan pendapatan semenjak tax amnesti dilakukan 2 tahun lalu. Meskipun harus diakui potensi penerimaan pajak kita masih cukup besar dan masih mungkin ditingkatkan kenaikkan hingga 3 % PDB.

 

Kedelapan. Kemampuan mengorganisir event internasional (Asian Games dan konferensi IMF-WB) dengan baik bahkan ditengah kita menghadapi bencana yang datang tidak terduga, sementara event tersebut sudah dirancang jauh jauh hari. Hal ini menaikkan gengsi Indonesia dimata dunia dan menjadi kebanggaan bahwa kita mampu melakukan komitmen kita, menjadi bangsa yang dianggap sejajar dengan bangsa besar lainnya di dunia. Mampu berprestasi dalam ajang oleh raga dan mampu mengajak bekerjasama berbagai negara dunia untuk mengatasi tantangan ekonomi secara bersama sama.

 

Namun musim dingin tiba lebih awal, bahkan berpotensi berkepanjangan dengan kemungkinan badai. Ada delapan tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia dalam 2 tahun kedepan, 3 jangka pendek, 5 jangka menengah panjang.

Tantangan Jangka pendek antara lain disebabkan oleh penguatan kurs Dollar dan tekanan terhadap kurs rupiah sebagai akibat normalisasi kenaikan suku bunga di US dan pengurangan likuiditas oleh the Fed. Pengurangan volume perdagangan dunia, akibat terjadinya konflik perdagangan dunia terutama sejak Presiden Trump menjadi pemimpin di Amerika. Kenaikan harga minyak akibat ketidak pastian geopolitik di timur tengah.

Tantangan jangka menegah panjang utamanya adalah menjawab bagaimana agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa diatas 6% serta mampu menciptakan lapangan kerja bagi anak muda dan wanita. Pertumbuhan 5% dianggab masih kurang buat Indonesia. Tekanan terhadap neraca pembayaran dan pembiayaannya masih menjadi bahwa latent dari waktu ke waktu yang akan mempengaruhi kurs rupiah, demikian pula dengan penerimaan dan perpajakan pemerintah yang masih relatif rendah.

 

Tiga tantangan jangka pendek untuk mengatasi musim atau badai musim dingin yang harus segera dipersiapkan solusinya:

Pertama : Perbaiki atap rumah yang bocor dan tutup semua bolong bolong pada dinding. Sektor keuangan, bank, perusahaan keuangan, asuransi bermasalah cepat diselesaikan. Sektor dunia usaha, BUMN maupun swasta yg sedang mengalami persoalan permodalan atau likuiditas juga perlu di lakukan konsolidasi.

 

Kedua : Pastikan pemanas dapat berfungsi baik dan pakai energi secara efisien. Perlu diramu resep yang pas untuk menghadapi kurs yang cenderung bergejolak, suku bunga dan harga minyak yang cenderung naik. Pastikan transmisi kebijakan dan instrument moneter dapat berfungsi dengan efektif. Juga perlu dipastikan sumber pembiayaan sektor fiskal yang memadai bahkan ada cadangan yang bisa dipakai sewaktu waktu. Namun pada saat yang sama, sumber daya tersebut harus dipakai secara efisien, sehingga mampu menghadapi musim dingin yang berkepanjangan.

 

Ketiga : Siapkan semua peralatan darurat (Senter, generator, minyak cadangan, alat komunikasi cadangan) dan bersiap menghadapi badai musim dingin, terutama faktor tekanan eksternal yang mungkin berkepanjangan dan diluar kontrol kita. Fungsikan fasilitas swap dari berbagai negara dan multilateral termasuk membuat operasional fasilitas chiangmai. Mengaktifkan sistim peringatan dini dan fungsi koordinasi yang baik antar instansi agar siap menghadapi badai ekonomi. Perlu diingatkan dan diantisipasi kepentingan politik sempit yang memanfaatkan situasi pada saat kita menghadapi musuh musuh bersama.

 

Lima tantangan jangka menengah panjang.

Bagaimana mempersiapkan agar setelah musim dingin selesai, kita punya kekuatan prima untuk berkerja dan berlari lebih kencang. Kebijakan moneter menjaga kurs dan menaikkan suku bunga, tidak akan penah cukup untuk menopang pembangunan ekonomi yangberkesinambungan. Demikian pula kebijakan kosmetik, mempermak wajah agar kelihatan mulus hanya bersifat sementara dan tidak mengakar.

Kebijakan yang besifat struktural memperkuat fundamental ekonomi, sering kali kurang menarik apalagi menjelang pahelatan politik, karena ongkos  dibayar sekarang, hasilnya nanti, jangka menengah panjang. Tapi menurut hemat kami, kita justru harus menghindari kebijakan yang kelihatannya memberikan hasil cepat, cenderung populis dan proteksionis, namun ongkos jangka panjang mahal dan tidak menopang pertumbuhan yang sehat dan berkesinambungan.

 

Pertama : Tiang dan fundasi rumah harus di perkuat. Kita ingin bertumbuh secara optimal diatas 6%, sehingga pada saat indonesia tidak lagi menikmati bonus demografy, kita sudah cukup kaya untuk membiayai masa tua kita. Pertumbuhan 5% tidaklah cukup bagi Indonesia. Kita harus mengiatkan Investasi, teknologi dan inovasi. Reformasi investasi dan teknologi harus dilakukan dalam jangka menengah panjang. Indonesia perlu mengejar ketertinggalan kita menciptakan kondisi yang kondusif, membabat semua hambatan berusaha agar investasi dan adopsi teknologi berkembang dengan cepat. Kita bahkan harus membuka diri terhadap penetrasi masuknya teknologi dan investasi baru ke Indonesia, selanjutnya berkolaborasi dengan pemilik asal teknologi tersebut, mengadaptasi dan bahkan kemudian mengembangkannya di Indonesia. Reformasi tersebut diatas akan menjamin kenaikan pendapatan dan produktivitas secara bersamaan. Hanya dengan penaikan produktivitas yang tinggi maka pendapatan masyarakat akan tinggi dan berkesinambungan. Selanjutnya pendapatan dan kesejahteraan yang tinggi inilah nanti yang akan mengerakkan konsumsi rumah tangga dan menggerakkan ekonomi secara berkesinambungan.

 

Kedua : Dinding  perlu diperkuat, yang lapuk diganti, dan di cat, sehingga pada saat agin dingin dan badai berhembus tidak akan merusak barang yang didalam rumah. Dinding ini tidak bisa hanya di tambal dan dipoles lagi. Metafora ini sangat tepat mengambarkan perlunya penguatan neraca pembayaran dan pengurangan defisit transaksi berjalan, sehingga mengurangi tingkat ketergantungan kita terhadap arus modal jangka pendek. Kita tahu bahwa faktor inilah yang mengakibatkan volatilitas kurs yang selanjutnya menjadi sumber ketidak pastian dalam berinvestasi dan berusaha.

Usaha secara struktural untuk meningkatkan daya saing dan ekspor, menarik reinvestasi keuntungan di dalam negeri, memperbaiki produksi dan explorasi minyak dan gas serta energi baru terbarukan . Indonesia harus fokus membuat investasi dalam negeri menarik. Lebih baik lagi apabila kita membuat prioritas menarik investasi langsung yang juga berorientasi ekspor.

Usaha struktural lainnya adalah memupuk tabungan dalam negeri serta perbaikan penerimaan pemerintah. Penerimaan pajak harus diperbesar, dengan potensi tambahan sekitar 3% PDB, dimana semua rakyat dan pelaku usaha harus bayar kewajibannya. Tambahan penerimaan ini bukan hanya untuk menambah kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan belanja sosial lainnya, tapi juga untuk cadangan yang bisa dipakai pada saat musim dingin berikutnya. Pada akhirnya mobilisasi penerimaan ini akan mengurangi ketergantungan kepada arus modal masuk portfolio jangka pendek dan hutang luar negeri.

 

Ketiga: Pembangunan penghuni rumah yang sehat, rajin, pintar dan kreatif.

Kesiapan sumber daya manusia menjadi kunci untuk kita mampu bekerja dan berlari mengejar tujuan kita. Kebijakan yang bersifat struktural di bidang kesehatan, pendidikan, peningkatan keahlian, kemampuan adaptasi khususnya dalam bidang bidang Science, teknologi, engineering dan matematik, sudah saatnya dilakukan dengan serius dan terencana. Keterlenaan kita untuk tidak memperbaiki diri akan sangat mahal ongkosnya nanti. Sudah terbukti kemampuan lulusan SMA kita masih sangat kurang dibanding dengan berbagai negara kelas dunia, bahkan dibanding dengan negara Negara tetangga kita seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam.

 

Keempat: Perencanaan dan tata kelola menghadapi musim semi dan panas maupun musim dingin. Tata kelola dan modernisasi dunia usaha dan BUMN agar menjadi asset yang berdaya guna masih perlu diperbaiki. Kita juga harus mampu membuat perencanaan yang baik dengan prioritas prioritas kebijakan jangka menengah secara tajam. Rencana kebijakan dipersiapkan dengan seksama, menghitung ongkos dan manfaat kebijakan, mengantisipasi hambatan yang ditemui dan cara memitigasi persoalan.

 

Kelima. Penguatan kelembagaan dan koordinasi yang efektif sehingga kebijakan pembangunan berdaya guna dan tepat sasaran. Efektivitas kebijakan sangat tergantung kepada kualitas lembaga pemerintah dipusat dan daerah. Perbaikan kualitas kelembagaan pemerintah sangat mendesak sehingga kebijakan dan implementasi kebijakan lebih efektif.  Dari pengalaman beberapa tahun terakhir ini, inisiatif kebijakan sudah baik, namun dalam tingkat implementasi masih belum memadai. Koordinasi antar lembaga pemerintah pusat dan koordinasi antara lembaga pusat dan daerah juga masih perlu dibenahi.

 

 

Penutup : sudah diingatkan bahwa “musim dingin segera tiba”, kita sudah juga tahu apa yang harus dilakukan dalam jangka pendek, tambal atap yang bocor, persiapkan langkah darurat kalau badai juga terjadi. Dalam jangka menengah panjang, kita perkuat tiang dan fundasi rumah, kita ganti dinding yang lapuk,  kita persiapkan diri, sehat, latih diri, rajin dan belajar, perkuat perencanaan koordinasi.  Kita harus siap berlari mencapai tujuan sesudah musim dingin  selesai. Dalam situasi seperti ini lebih penting lagi apabila kita menghadapinya secara terkoordinasi bersama sama dan bukan sendiri sendiri, hilangkan ego dan kepentingan pribadi dibelakang, dahulukan kepentingan bersama.

 

 

 

 

 

 

 
 
 

 

 

PHK Sudah Terjadi

Oleh Tri Murti dan Abdul Aziz | Senin, 20 November 2017 | 14:58

Lana Soelistianingsih, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia; Ekonom PT Samuel Aset Manajemen

Ekonom UI Lana Soelistyaningsih mengungkapkan, yang terkena dampak paling parah teknologi disruptif di Indonesia adalah industri yang banyak menggunakan tenaga kerja tidak terampil (unskilled labor), di antaranya industri manufaktur. Disrupsi juga akan menggeser tenaga manusia di berbagai industri jasa. “Bahkan, bidang akuntansi nantinya bisa dikerjakan sistem komputer,” kata dia.

Lana menambahkan, dampak negatif teknologi disruptif sudah terjadi di Indonesia. PHK dilakukan pelan-pelan dan tertutup, namun dalam jumlah signifikan. “Itu sudah terkonfirmasi oleh data BPS bahwa jumlah tenaga kerja sektor informal pada Februari 2017 dibanding Februari 2016 meningkat 2,3 juta orang,” tutur dia.

Berbagai negara, termasuk AS, menurut dia, telah lebih dulu terdampak teknologi disruptif. Industri mobil di Detroit pada 1990-an melakukan PHK besar-besaran karena menggunakan robot. Sebaliknya, negara- negara di Skandinavia dan beberapa negara Eropa mampu melewati revolusi industri ke-4 secara smooth, tanpa gejolak.

Lana Soelistyaningsih mengingatkan, Indonesia paling rentan terkena dampak negatif disrupsi teknologi. Soalnya, sekitar 80% SDM-nya berpendidikan rendah dan tidak terampil. “Di sinilah pemerintah harus berperan. Pemerintah mesti mendidik kembali dan mendorong para pekerja unskilled untuk bekerja secara mandiri, lewat program pendidikan vokasi. Mereka harus didorong untuk berwirausaha di sektor informal berkualitas,” tegas dia.

Lana menilai Indonesia terlambat mengantisipasi pergeseran industri. Itu terlihat pada roadmap industri nasional yang belum memuat langkahlangkah antisipasi. Negara-negara lain sudah lebih dulu mengantisipasi kondisi ini. Malaysia, misalnya, sudah lama memetakan kebutuhan tenaga kerja sesuai keahlian, sehingga dampak negatif disrupsi teknologi tak seberat yang dialami Indonesia. (bersambung)

 

Sumber berita : Investor Daily (http://id.beritasatu.com/home/phk-sudah-terjadi/168107)